Selasa, 13 Mei 2014

PUNA Wulung, Sudah Mampu Terbang 6 Jam dan Jangkauan 120 km

PUNA Wulung

Program pengujian prestasi drone PUNA Wulung hasil kerjasama Balitbang Kemhan dan BPPT telah dilaksanakan oleh Tim PUNA PTIPK-TIRBR pada tanggal 22-02 Mei 2014 di bandara Nusa Wiru, Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat.

Pengujian terbang ini ditujukan untuk mengetahui peningkatan prestasi drone PUNA Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 yang merupakan prototipe hasil penyempurnaan desain PUNA karya BPPT terbaru. Ketiga prototipe PUNA Wulung tersebut dipersiapkan untuk program misi pemantauan (surveillance & recognition) TNI dalam operasi patroli perbatasan.

PUNA Wulung mampu terbang dengan durasi 6 jam dengan jangkauan sekitar 120 km dari titik peluncuran. Kriteria spesifikasi teknis ini merupakan angka yang disepakati sebagai performa PUNA Wulung untuk masuk lini produksi.

Pengujian PUNA Wulung

Untuk meningkatkan kemampuan durasi terbang drone PUNA Wulung dari 4 jam ke 6 jam, pada prototipe Wulung PA 08, PA 09 dan PA 10 dilakukan peningkatan kapasitas tangki bahan bakar dari sebelumnya 35 liter menjadi 55 liter. Konsekwensi dari penambahan bobot tambahan bahan bakar ini membuat konstruksi pesawat PUNA Wulung harus lebih ringan dari versi sebelumnya, agar berat maksimum saat lepas landas tidak berubah yaitu 120kg. Disamping itu, kekuatan struktur juga ditingkatkan dari 3,5G ke 7,6G untuk mengantisipasi penggunaan pada misi modifikasi cuaca yang membutuhkan kekuatan struktur yang ekstra karena operasi penerbangan pada kondisi ekstrem.

Tantangan membuat konstruksi pesawat yang lebih ringan dengan kekuatan struktur lebih kuat membuat tim harus bekerja keras melakukan rekayasa proses manufaktur agar dicapai pengurangan berat yang akan digantikan oleh penambahan bahan bakar.

Pada uji terbang kali ini PTIPK mulai menggunakan kendaraan Ground Control Station (GCS) milik BPPT yang terbaru dilengkapi sistem antena teleskopik.  Hal ini memungkinkan sistem kendali PUNA serta data-link dari PUNA ke GCS dapat secara real-time dan praktis dan diharapkan pergerakan dan dari home base dengan baik. Dari kegiatan uji terbang ini hasil prestasi terbang drone PUNA Wulung terpantau dan hasil pengiriman dokumentasi data terbang PUNA tercatat pada GCS. 

Sebagai hasil dari uji terbang tanggal 1 Mei 2014, PUNA Wulung PA 09 tercatat telah mencapai terbang sejauh 150 km di ketinggian terbang 1.82 m ke arah baringan selatan 125 deg dengan menggunakan sistem komunikasi kombinasi line offset dan sistem satelit iridium.

Kedepan masih perlu dilakukan beberapa kali uji terbang untuk meningkatkan keandalan (reliability) dari drone PUNA Wulung yang mencakup uji jangkauan jauh, ketinggian maksimum terbang, serta untuk melengkapi uji kemampuan terbang PUNA PA 08, PA 09 dan PA 10.
(Tim PUNA-PTIPK 2014/BPPT)
Artileri.com

TNI AD Terima 18 Artileri Kelas Berat

Penyerahan meriam KH 179

TNI AD menambah koleksi artileri kelas beratnya. Sebanyak 18 meriam senilai USD 944 ribu telah didatangkan dari Korea Selatan.

"Ada 18 meriam yang baru saja dibeli. Ini terbesar dalam sejarah TNI AD. Meriam dengan kaliber 155 mm," ujar Kepala Staf TNI AD, Jenderal Budiman di Mabes AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa, 5 Mei 2014.

Meriam yang dimaksud adalah Howitzer KH 179 yang didatangkan sebulan yang lalu. Meriam berbobot 5.000 kg itu merupakan buatan pabrikan KIA Machine Tool Company (sekarang bernama WIA Corporation), Korea Selatan.

Penyerahan meriam KH 179

Penyerahan meriam KH 179

Penyerahan meriam KH 179

Menurut KASAD, meriam ini nantinya akan ditempatkan di tiga daerah di Indonesia yakni di Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur guna melengkapi persenjataan yang sudah ada.
Daya jangkau KH 179 adalah 22 km dengan Normal HE Projectiles atau 30 km dengan Rocket-Assisted Projectile.

"Sampai saat ini yang kita punya memiliki jarak lontar 12 km. Meriam baru ini bisa mencapai 30 km. Ini untuk menutup dan untuk menjaga keutuhan negara," tambah KASAD.

Selain meriam, truk penarik meriam juga ikut diboyong dari Korea Selatan dengan harga senilai USD 170 ribu. Harapannya, meriam baru ini bisa menggantikan meriam yang lama. Pasalnya, meriam yang ada sudah kuno.

(Renatha Swasty/Metro TN news). 
Semua gambar milik: ANTARA/Wahyu Putro A/fz 

KH 179  

Pengembangan meriam Howitzer KH 179 155 mm oleh KIA Machine Tool Company (sekarang WIA Corporation) dimulai pada tahun 1979 dan selesai pada tahun 1982. KH 179 sudah digunakan oleh Angkatan Darat Korea Selatan sejak awal tahun 1983.

KH 179 merupakan meriam hasil konversi dari meriam Howitzer M114A1 Amerika dengancarriage baru untuk mengakomodasi kaliber 155 mm atau laras baru. Beberapa bagian tertentu dari carriage juga sudah diubah untuk menyesuikan dengan laras dan peralatan kontrol tembak baru. KH 179 dinilai cukup ringan untuk dimobilisasikan dengan menggunakan airlifter Hercules C-130.

KH 179 dilengkapi dengan dua teleskop untuk menembak langsung dan tidak langusng. Untuk menembak tidak langsung, teleskop panorama dengan 4x pembesaran dan 10 derajat  bidang pandang yang dipasang di sisi kiri. Sedangkan untuk menembak langsung, teleskop siku dengan 3x pembesaran dan bidang pandang 13,5 derajat dipasang pada sisi kanan agar efektif dalam jangkauan 1.500 meter.

KH 179 menembakkan amunisi 155 mm standar NATO dan juga bisa menggunakan proyektil ERFB. Jangkauannya adalah 22.000 meter dengan menggunakan HE projectiles dan 30.000 meter dengan menggunakan RAP. Firing rate-nya adalah 4 kali permenit.

Laporan Perkembangan Modernisasi Alutsista TNI 2014   

         

 Akuisisi alutsista TNI  

Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan 'update' alutsista TNI yang dilaksanakan dalam rangka membangun kekuatan TNI, kepada pimpinan redaksi media, Selasa, 29 April 2014, di Kantor Kemhan, Jakarta.

Wamenhan yang juga selaku Ketua High Level Committee (HLC) mengatakan pembahasan update kali ini merupakan yang ketiga dari gelombang terakhir perkembangan modernisasi alutsista tahun 2010-2014 sebelum masuk kepada tahap terakhir menghadapi HUT TNI pada tanggal 5 Oktober yang akan datang.

Pada tahun 2014 ini juga merupakan tahun kedatangan daripada alutsista untuk menuju kepada tahap akhir dari modernisasi alutsista tahun 2010-2014 yang dilaksanakan oleh Kabinet Indonesia Bersatu ke-2 sebagai bagian dari Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang sampai tahun 2029.

"Yang ingin saya sampaikan disini kepada bapak-bapak sekalian adalah untuk mengetahui alutsista yang kita pesan ini sudah sampai dimana, dan bagaimana perkembangannya hingga saat-saat terakhir ini," kata Sjafrie Sjamsoeddin.

Pada kesempatan itu Wamenhan menyampaikan sejumlah alutsista yang didatangkan dari luar negeri. Beberapa alutsista untuk TNI AD antara lain seperti Kendaraan Taktis (Rantis) 4x4 2,5 ton yang akan masuk seluruhnya pada tahun 2014. Kemudian alutsista jenis Meriam Artileri Medan (Armed) 155 mm atau Howitzer (Caesar) sebanyak 37 unit yang bisa dioperasikan oleh 2 orang Kowan TNI, sehingga efisien dalam penggunaannya. Selain itu Howitzer ini merupakan meriam teknologi digital, dengan transmisi otomatis, serta power steering.

Pada bulan Juni tahun ini alutsista Roket Sistem Multi Laras ASTROS buatan Brazil sebanyak 38 unit dengan harganya USD 404 Juta sudah bisa dikirim. Meriam dengan jarak ratusan kilometer tersebut sudah di uji coba di Brazil. Disamping itu nantinya akan masuk dan bisa hadir pada 5 Oktober 2014 berupa peluru kendali rudal untuk Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) sebanyak 111 unit.  Untuk alutsista TNI AD lainnya yakni berupa Main Battle Tank (MBT) Leopard siap dikirim beserta tank pendukung.

Khusus modernisasi alutsista TNI AL, Wamenhan mengatakan masih memerlukan waktu  untuk penyelesaian beberapa masalah administrasi. Salah satunya yang ada pada alutsista helikopter Anti Kapal Selam (AKS), heli ini belum bisa didatangkan ditahun ini karena masih memerlukan klarifikasi teknis yang perlu diclear-kan dari penggunanya untuk diajukan kepada Kementerian Pertahanan. Sedangkan tank amfibi sebanyak 37 unit sudah hadir dan bisa dilihat sebelumnya di Surabaya.

Untuk TNI AU, terdapat beberapa peralatan militer yang didatangkan dari luar negeri seperti pesawat tempur T-50i yang sudah datang semuanya sebanyak 16 unit yang kemudian dilengkapi oleh pesawat tempur Sukhoi yang juga sudah lengkap sebelumnya. Untuk pesawat Combat SAR EC-75 sebanyak 6 unit dan CN-295 sebanyak 9 unit akan masuk tahun ini. Berhubung pesawat ini merupakan joint production antara PT DI dan Airbus Military maka akan memberikan kontribusi pada industri pertahanan dalam negeri.  Apabila 9 unit itu sudah selesai dikirim maka nanti sepenuhnya PT DI bertugas membangun 7 unit lagi dalam mengisi satu skadron 16 unit yang akan dikerjakan pada Renstra mendatang.

Sementara itu rangkaian kesiapan alutsista yang diproduksi industri pertahanan dalam negeri, Wamenhan memaparkan terdapat jumlah tambahan dari panser Anoa sebanyak 24 unit sebagai bagian dari 250 unit yang sudah dibuat PT Pindad dari tahun 2007. Selain itu terdapat pelaksanaan retrofit tank ringan AMX-13 sebanyak 13 unit. Terkait retrofit tank AMX 13 ini Wamenhan mengatakan TNI sudah punya tank ringan AMX -13 sebanyak kurang lebih 400 unit tetapi sudah tidak layak lagi sehingga harus diretrofit. Jika industri pertahanan dalam negeri bisa meretrofit tank AMX 13 sejumlah 400 unit maka bisa menjadi potensi untuk memasarkannya ke negara-negara yang memerlukan.

Untuk TNI AL, kapal angkut tank ada 3 unit yang bisa mengangkut tank ringan dan tank berat. Untuk 1 kapal ini kira-kira bisa mengangkut 10 tank ke pulau-pulau yang memerlukan deploy dari tank itu sendiri. Sedangkan alutsista untuk mendukung TNI AU, PT DI sudah menambah lagi helikopter NAS dan pesawat CN-235 Patroli Maritime Aircraft (PMA) yang digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan patroli maritim.

Mengenai alutsista yang lainnya Wamenhan mengungkapkan telah dipesan helikopter serang Apache 8 unit dari Amerika Serikat, diharapkan akan didatangkan 2 unit pertama pada saat 5 Oktober dan sekaligus latihan bersama AD Amerika Serikat.

Selain itu TNI AU mendatangkan pesawat F-16 sebanyak 24 unit hasil hibah dari Amerika Serikat, yang telah diupgrade menjadi setara dengan block 52. Pesawat ini akan datang secara bertahap mulai pada bulan Juni 2014.

Pemerintah juga membeli pesawat Hercules C-130 dari Australia sebanyak 5 unit dengan harga 906 miliar rupiah. Direncanakan pada bulan Mei 2014 sudah melaksanakan kontrak pengadaannya. Pesawat Hercules ini dibeli dalam keadaan serviceable, dan sudah mulai berdatangan satu persatu. Disamping itu terdapat program hibah dari pemerintah Australia sebanyak 4 unit. Dengan adanya tambahan pesawat 9 unit hasil dari pengadaan dan hibah dari Australia, maka TNI AU sudah memiliki 32 pesawat Hercules untuk memperkuat skadron angkut.

Sumber: DMC
Gambar: Internet